Apa Saja yang Terjadi pada Otak Saat Seseorang Depresi?
Depresi bukanlah
sekadar situasi hati yang sedang tidak enak alias bad mood. Jauh dari itu, depresi merupakan sebuah
kondisi medis yang sayangnya, masih banyak dipandang sebelah mata oleh orang
awam. Orang yang mengalami depresi pun tidak selalu terlihat murung dan
memiliki aura yang tidak bersahabat. Banyak kasus depresi yang berujung
kematian justru dialami oleh orang-orang yang terlihat sangat baik-baik saja di
luar. Berikut ini ulasan selengkapnya tentang yang terjadi di otak ketika
seseorang depresi!
Depresi Bermula dan Berakhir di Otak
Depresi merupakan sebuah penyakit dengan dasar biologis yang
disertai dengan implikasi psikologis dan sosial. Peradaban Yunani kuno pun
menganggap bahwa depresi dimulai dari limpa, tetapi kini medis pun mengetahui
bahwa depresi bermula dan berakhir di otak. Perasaan sedih dan muram yang
dialami seseorang yang tengah depresi awalnya dideskripsikan sebagai akibat
dari ketidakseimbangan kimiawi pada otak, khususnya hormon serotonin. Adapun
fungsi dari hormon ini adalah memberikan rasa senang. Maka dari itu, kekurangan
serotonin dalam otak akan sangat berdampak pada perasaan negatif yang dimiliki
seseorang.
Namun, depresi adalah proses yang lebih kompleks. Kondisi ini
muncul dari berbagai proses otak yang berbeda-beda pula antara satu orang dan
orang lainnya. Riset pun menunjukkan bahwa pertumbuhan dan koneksi sel kotak
memegang peranan yang lebih besar.
Menyebabkan
Perubahan Bentuk dan Volume pada Bagian Otak
Sebelumnya, telah banyak studi yang menunjukkan perubahan
pada aktivitas otak ketika terjadi perubahan mood, apalagi yang berlangsung dalam jangka
panjang menjadi depresi. Namun, riset terbaru menunjukkan bahwa rupanya depresi
juga menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan ukuran (volume) pada sebuah
bagian tertentu dari otak. Bagian yang dimaksud adalah hippocampus. Penelitian
ini dilakukan oleh Dr. Husseini Manji dari National Institues of Mental Health. Dalam
penelitiannya, dia menemukan adanya perubahan yang cukup signifikan pada volume otak
penderita depresi. Salah satu risetnya memperlihatkan penyusutan volume hippocampi orang-orang
yang mengalami depresi dalam jangka waktu cukup panjang. Pada penderita yang
mengalami depresi hingga hari ke-1.000 (sekitar tiga tahun), jelas terlihat
adanya penyusutan yang disebut dengan athropy. Namun, selisih penyusutan terlihat jauh
lebih signifikan pada penderita yang mengalami depresi lebih dari jangka waktu
tersebut.
Risiko
demensia dan alzheimer yang Sangat Besar dan Mengancam
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama
seseorang mengalami depresi, semakin kecil pula ukuran hippocampus yang
dimiliknya. Lalu, apa pengaruhnya bagi tubuh? Perlu diketahui, hippocampus merupakan
bagan otak yang berkaitan dengan proses memori. Bagian otak ini berfungsi untuk
membentuk kenangan baru terhadap peristiwat-peristiwa yang pernah dialami, baik
bersifat episodik maupun otobiografi. Adapun salah satu penyakit yang sangat
berkaitan dengan adanya penyusutan volume hippocampus adalah demensia dan alzheimer. Demensia dan alzheimer (atau yang lebih sering disebut
dengan penyakit pikun) merupakan kondisi penurunan daya ingat seseorang. Bila
tidak segera ditangani, alzheimer akan memicu penurunan kemampuan dalam berbicara,
berpikir, bahkan terjadinya perubahan perilaku.
Depresi dapat diobati, tetapi tidak bisa
disembuhkan
Tidak hanya bagian hippocampus yang sesungguhnya terganggu pada
penderita depresi. Bagian amygdala juga mengalami aktivitas yang lebih tinggi
pada orang yang mengalami kondisi ini. Laporan dari Harvard Medical School juga
menyatakan bahwa depresi memengaruhi bagian thalamus untuk memicu otak
memproduksi perasaan-perasaan tidak menyenangkan.Beberapa riset juga
menunjukkan depresi yang berkelanjutan membuat penderitanya mengalami masalah
dalam perencanaan, membuat keputusan, dan mengatur prioritas. Hingga kini,
depresi merupakan kondisi yang belum dapat disembuhkan. Meski begitu, depresi
dapat diobati dengan menggunakan obat-obatan maupun terapi untuk menekan risiko
negatif lain yang mungkin muncul akibat kondisi ini.
Siapa saja bisa
mengalami depresi bahkan tanpa harus terlihat dari luar. Risikonya pun jauh
lebih besar dan berbahaya dibandingkan penyakit umum lainnya yang memang tampak
dari luar. Karena itu, bila kamu atau orang-orang terdekat mengalami
masalah yang terlalu berat dan membuat depresi, jangan dibiarkan lebih lama.
Segera berbicara kepada orang yang dapat dipercaya maupun berkonsultasi
langsung pada dokter untuk mendapat pertolongan.
Sumber : Idntimes.com
Komentar
Posting Komentar